Buku Deary Maria Tentang Fahri dalam Novel Ayat-Ayat Cinta "Lipatan 1"

Assalamu'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh


Berikut ini isi dari Buku Deary Maria dalam novel Ayat-Ayat Cinta.

Lipatan 1:
Senin, 1 Oktober 2001, pukul 22.25

Sudah dua tahun dia dan teman-temannya tinggal di flat bawah. Kamarnya tepat dibawah kamarku. Aku tak pernah berkenalan langsung dengannya, tapi aku mengenalnya. Aku tahu namanya dan tanggal lahirnya.

Yousef banyak bercerita tentang dirinya dan teman- temannya. Setiap Jum’at pagi dia dan teman-temannya bermain sepak bola di lapangan bersama Yousef dan anak-anak muda Hadayek Helwan.

Mereka semua mahasiswa Al Azhar dari Indonesia yang ramah dan menghormati siapa saja. Kata Yousef yang paling ramah dan dewasa adalah dia. Bahasa ‘amiyah dan fushanya juga paling baik di antara keempat orang temannya.

Ayah pernah dibuat terharu oleh sikapnya yang tidak mau merepotkan dan menyakiti tetangga. Ceritanya suatu hari ayah menagih iuran air ke tempatnya. Ternyata ia sedang tidak enak badan dan istirahat di kamarnya. Teman-temannya mengajak ayah masuk ke kamarnya. Di dalam kamarnya ada sebuah ember untuk menadah air yang menetes dari langit-langit. Ayah langsung tahu bahwa tetesan air itu berasal dari kamar mandi kami. Karena kamilah yang tepat berada di atasnya. Dan letak kamar mandi memang berada di samping kamarku. Ayah bertanya padanya, “Sudah berapalama air ini merembes dan menetes di kamarmu?” “Satu bulan?” “Kenapakau tidak bilang kepadaku kalau ada ketidakberesan di kamar mandi kami dan merembes ke tempatmu?” “Nabi kami mengajarkan untuk memuliakan tetangga, beliau bersabda, ‘Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tetangganya!’ Kami tahu kerusakan itu perlu diperbaiki. Dan perbaikan itu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Karena lantai rumah Anda adalah langi-langit rumah kami, maka biaya perbaikan itu tentunya kita berdua yang menanggungnya. Kebetulan kami tidak punya uang. Kami menunggu ada uang baru akan memberitahu Anda. Jika kami langsung memberitahu Anda kami takut akan merepotkan Anda. Dan itu tidak kami inginkan.”

Mendengar jawaban itu hati ayah sangat tersentuh dan terharu. Ayah terharu atas kesabaran dia selama satu bulan. Ada air menetes di langit-langit kamar tentu sangat mengganggu kenyamanan. Ayah juga terharu akan kedewasaannya dalam merasa bertanggung jawab. Ayah merasa mendapat teguran. Bagaimana tidak? Setengah tahun sebelumnya ada air menetes di langit-langit kamar kami. Berarti kamar mandi penghuni rumah atas kami tidak beres. Ayah dengan tegas langsung meminta orang atas memperbaikinya tanpa memberi bantuan finansial sedikit pun. Sebab ayah merasa itu sepenuhnya tanggung jawab orang atas. Sejak itu kekaguman ayah padanya dan pada teman-temannya sering ayah ungkapkan.

Dan sejak kejadian itu aku jadi penasaran ingin tahu lebih jauh tentang dirinya. Sudah dua tahun dia tinggal di bawah dan aku tidak pernah bertegur sapa dengannya. Seringkali kami bertemu tak sengaja di jalan, di halaman apartemen, di gerbang, atau di tangga. Tapi kami tak pernah bertegur sapa. Dia lebih sering menunduk. Jika tanpa sengaja beradu pandangan saat bertemu denganku dia cepat-cepat menunduk atau mengalihkan padangan. Dia bersikap biasa. Tidak tersenyum juga tidak bermuka masam. Akhirnya tadi siang saat aku pulang dari kuliah aku bertemu dia di dalam metro. Dia juga dari kuliah. Aku memberanikan diri untuk menyapanya dan mengajaknya bicara. Sebab rasa-rasanya rasa penasaranku ingin tahu sendiri keindahan pribadinya seperti yang sering diceritakan Yousef dan ayah tidak dapat aku tahan lagi. Aku menyapanya dengan tersenyum dan dia pun menjawab dengan baik dan halus. Aku heran pada diriku sendiri bagaimana mungkin aku tersenyum padanya. Aku jarang bahkan bisa dikatakan anti memberikan senyum pada lelaki yang bukan keluargaku.

Aku tidak tahu kenapa aku memberikan senyumku padanya dan aku tidak merasa menyesal bahkan sebaliknya. Yang membuatku senang adalah dia ternyata tahu namaku. Saat itu aku ingin bertanya padanya kenapa selama ini kalau bertemu di jalan atau di tangga tidak pernah menyapaku. Tapi ku urungkan.

Perbincangan dengannya tadi siang sangat berkesan di hatiku. Dia memiliki tutur bahasa yang halus dan kepribadian yang indah. Ia tidak mau aku ajak berjabat tangan. Bukan tidak menghormati diriku, kata dia, justru karena menghormati diriku. Dia juga bisa menjadi pendengar yang baik. Sifat yang tidak banyak dimiliki setiap orang. Ia sangat senang menyimak aku membaca surat Maryam. Kelihatannya ia kaget ada gadis koptik hafal surat Maryam. Aku bukan gadis yang mudah terkesan pada seorang pemuda. Tapi entah kenapa aku merasa sangat terkesan dengan sikap-sikapnya. Dan entah kenapa hatiku mulai condong padanya. Hatiku selalu bergetar mendengar namanya. Lalu ada perasaan halus yang menyusup ke sana tanpa aku tahu perasaan apa itu namanya.

Fahri, nama itu seperti embun yang menetes dalam hati. Kurindu setiap pagi.



Semoga bermanfaat bagi semuanya. Amiin.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post