Assalammualaikum Wr. Wb.
Berikut ini merupakan kumpulan puisi dalam novel Masihkah Senyum Itu Untukku karya Hendra Veejay.
Aku bukan manusia suci Yang mencintai Penciptanya tanpa berbagi Aku manusia biasa Yang nyata perlu cinta dari hati ke hati (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Ajarkan aku menjadi naif Senaif dirimu yang mampu tersenyum dalam beban Atau setidaknya ajarkan aku lagi Untuk menerima tanpa harus hanyut (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Separuh nafas jiwaku kau minta Aku coba berkaca pada air mata Bertanya pada suara yang lelah Apa aku masih punya yang kau minta? (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Mungkin canda akan serba nyata Atau jelang senja lagi saat kita bersama Tertawa, dan bermain mata Cinta…? Sepertinya kan? (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Kuhadirkan kau ke dalam mimpi ini Untuk setia mendengar cerita perjalananku Tapi sampai saat ini kau hanya tersenyum Padahal aku ingin kau menjawab Mengapa aku masih harus mencintai kebaikan Yang pada akhirnya juga akan sirna… (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku")
Masalah hanyalah sebentuk bumbu di kehidupan manusia, tapi seperti juga dalam masakan. Kalau terlalu banyak bumbu juga tidak akan terasa enak. Dan sekarang bumbuku juga terlalu banyak. (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Sosok biru menahan jiwa yang memang sudah ada Sosok lama yang hadir serupa kabut senja Aku tahu kau ada… Untuk siapa ? (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Rasa memiliki itu seperti sel Atau seperti fatamorgana ? Dia akan pecah dari satu menjadi seribu Tapi dia akan hilang kalau tersentuh sebelum waktu Maka kita tetap harus menyimpannya Suka atau tidak suka (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Alur sungai di pipi itu telah kering Tapi dia mungkin akan kembali Seiring waktu, seiring doa, seiring rasa (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Kenapa dunia tidak selalu seirama Saat harap… Saat lepas… Saat itu aku menggigil Karena dia yang datang bukan yang aku minta …… (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Aku kangen… Bukan padamu. Tapi pada jiwamu Ketegaranmu. Kemisteriusanmu. Sosokmu Tapi kau pilihanku. (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Tolong ceritakan padaku Apakah cinta masih punya arti bagi kita? Sedang nyata kita sudah terlelap Dalam remang bilik yang kita bangun sendiri (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Izinkan aku kecewa dalam kepasrahanku ini Kenapa aku tetap harus menyerah Pada barisan teka-teki-Mu Yang bernama takdir? (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Sering kutanyakan dalam hati Mengapa kita semua harus terbangun Dari ranjang mimpi yang kita pilih sendiri Padahal aku enggan Karena hidup, bagiku tak seindah mimpi (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Berikan aku waktu sejenak untuk bernapas di sini Sebelum aku mati karena ikatan rindu Sebelum aku pulang lagi ke tempat dulu Sebelum… sebelum kau tahu Aku masih yang dulu (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Tanya itu jadi satu di kalbu Bersama rasa seirama surya (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Kini tapakku di atas dunia Hantarkan puja pada-Nya Seiring rasa… Dan tanya yang seketika ada (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Ya Allah, sudah waktu satu pertiga malam Betapa cepat waktu berlalu Tapi hidupku begitu pula Jika ini adalah ujian Yang harus aku tempuh Dengan tangan dan kaki yang lelah Maka akan aku jalani semua dengan Kesadaran tanpa batas (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Kala jejak sahabat menjauh Tanpa ujung dan rasa yang tersisa Kala mimpi ini tinggal separuh Sebab separuh terjepit di tapaknya Separuh lagi? Susah payah kuangkat di bahu ini (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Sebab cinta tetap cinta Sebening telaga atau air mata surga Sejalan dengan belati atau duri Itulah cinta, masih ada yang bertanya? (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Hari itu berlalu tertiup jam yang diganti menit dan menit pergi tak kembali Meninggalkan sesal dan detik terakhir yang tak mampu mengusir galau Jangan tanya mengapa Karena detik hanya detak jantung yang tak kembali Tak satupun ada yang ingin tertutup kabut namun jika angin salah sampaikan salam apakah berarti harus berlalu dalam diam? aku hanya ingin menyapa cinta pada bayangan yang semakin maya. Sungguh… aku tak ingin kehilangan mentari lagi… Maka kiranya diri-Mu ya Allah mencukupkan aku dengan segala ketentuan-Mu Sungguh, segala rasa yang ada hanyalah milik-Mu “La haula walaa quwwata illa billaahil ’aliyyul ‘azhim” (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Kecewa ini tak pantas kubawa Entah pada siapa atau pada apa harus kutimpakannya Kecewaku kini tak bermuara Tak sanggup lagi mengadu luka Bahkan limpahkan rasa dalam air mata Tuhan… Perkenankan aku mati untuk sementara.
Demikianlah puisi-puisinya.
Wassalammualaikum Wr. Wb.
Berikut ini merupakan kumpulan puisi dalam novel Masihkah Senyum Itu Untukku karya Hendra Veejay.
Aku bukan manusia suci Yang mencintai Penciptanya tanpa berbagi Aku manusia biasa Yang nyata perlu cinta dari hati ke hati (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Ajarkan aku menjadi naif Senaif dirimu yang mampu tersenyum dalam beban Atau setidaknya ajarkan aku lagi Untuk menerima tanpa harus hanyut (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Separuh nafas jiwaku kau minta Aku coba berkaca pada air mata Bertanya pada suara yang lelah Apa aku masih punya yang kau minta? (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Mungkin canda akan serba nyata Atau jelang senja lagi saat kita bersama Tertawa, dan bermain mata Cinta…? Sepertinya kan? (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Kuhadirkan kau ke dalam mimpi ini Untuk setia mendengar cerita perjalananku Tapi sampai saat ini kau hanya tersenyum Padahal aku ingin kau menjawab Mengapa aku masih harus mencintai kebaikan Yang pada akhirnya juga akan sirna… (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku")
Masalah hanyalah sebentuk bumbu di kehidupan manusia, tapi seperti juga dalam masakan. Kalau terlalu banyak bumbu juga tidak akan terasa enak. Dan sekarang bumbuku juga terlalu banyak. (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Sosok biru menahan jiwa yang memang sudah ada Sosok lama yang hadir serupa kabut senja Aku tahu kau ada… Untuk siapa ? (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Rasa memiliki itu seperti sel Atau seperti fatamorgana ? Dia akan pecah dari satu menjadi seribu Tapi dia akan hilang kalau tersentuh sebelum waktu Maka kita tetap harus menyimpannya Suka atau tidak suka (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Alur sungai di pipi itu telah kering Tapi dia mungkin akan kembali Seiring waktu, seiring doa, seiring rasa (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Kenapa dunia tidak selalu seirama Saat harap… Saat lepas… Saat itu aku menggigil Karena dia yang datang bukan yang aku minta …… (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Aku kangen… Bukan padamu. Tapi pada jiwamu Ketegaranmu. Kemisteriusanmu. Sosokmu Tapi kau pilihanku. (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Tolong ceritakan padaku Apakah cinta masih punya arti bagi kita? Sedang nyata kita sudah terlelap Dalam remang bilik yang kita bangun sendiri (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Izinkan aku kecewa dalam kepasrahanku ini Kenapa aku tetap harus menyerah Pada barisan teka-teki-Mu Yang bernama takdir? (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Sering kutanyakan dalam hati Mengapa kita semua harus terbangun Dari ranjang mimpi yang kita pilih sendiri Padahal aku enggan Karena hidup, bagiku tak seindah mimpi (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Berikan aku waktu sejenak untuk bernapas di sini Sebelum aku mati karena ikatan rindu Sebelum aku pulang lagi ke tempat dulu Sebelum… sebelum kau tahu Aku masih yang dulu (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Tanya itu jadi satu di kalbu Bersama rasa seirama surya (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Kini tapakku di atas dunia Hantarkan puja pada-Nya Seiring rasa… Dan tanya yang seketika ada (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Ya Allah, sudah waktu satu pertiga malam Betapa cepat waktu berlalu Tapi hidupku begitu pula Jika ini adalah ujian Yang harus aku tempuh Dengan tangan dan kaki yang lelah Maka akan aku jalani semua dengan Kesadaran tanpa batas (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Kala jejak sahabat menjauh Tanpa ujung dan rasa yang tersisa Kala mimpi ini tinggal separuh Sebab separuh terjepit di tapaknya Separuh lagi? Susah payah kuangkat di bahu ini (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Sebab cinta tetap cinta Sebening telaga atau air mata surga Sejalan dengan belati atau duri Itulah cinta, masih ada yang bertanya? (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Hari itu berlalu tertiup jam yang diganti menit dan menit pergi tak kembali Meninggalkan sesal dan detik terakhir yang tak mampu mengusir galau Jangan tanya mengapa Karena detik hanya detak jantung yang tak kembali Tak satupun ada yang ingin tertutup kabut namun jika angin salah sampaikan salam apakah berarti harus berlalu dalam diam? aku hanya ingin menyapa cinta pada bayangan yang semakin maya. Sungguh… aku tak ingin kehilangan mentari lagi… Maka kiranya diri-Mu ya Allah mencukupkan aku dengan segala ketentuan-Mu Sungguh, segala rasa yang ada hanyalah milik-Mu “La haula walaa quwwata illa billaahil ’aliyyul ‘azhim” (Hendra Veejay, “Masihkah Senyum Itu Untukku”)
Kecewa ini tak pantas kubawa Entah pada siapa atau pada apa harus kutimpakannya Kecewaku kini tak bermuara Tak sanggup lagi mengadu luka Bahkan limpahkan rasa dalam air mata Tuhan… Perkenankan aku mati untuk sementara.
Demikianlah puisi-puisinya.
Wassalammualaikum Wr. Wb.
coba
ردحذفإرسال تعليق