Di daerah Rantau terdapat sebuah
cerita
rakyat yang mengisahkan seorang
datu
yang mempunyai kesaktian sangat
tinggi,
hanya dengan menghentakkan kaki
ke
tanah maka orang-orang yang ada
di
sekelilingnya akan jatuh tersungkur
ke tanah. Datu tersebut bernama
Datu Niang
Thalib. Konon beliau masih hidup
dan
menjadi penguasa alam gaib di
daerah
Pulau Kadap (arah ke Sungai Puting).
Diceritakan juga bahwa apabila
masyarakat ingin kesana
(memancing) dianjurkan untuk
membawa Tali Haduk
(serabut pohon ijuk yang dianyam)
supaya
makhluk gaib tidak mengganggu, hal
ini
didasarkan pada cerita masyarakat
bahwa Tali Haduk sebagai tanda
orang
tersebut adalah kerabat dari Datu
Niang Thalib. Diceritakan juga bahwa
Datu
Niang Thalib adalah salah satu murid
Datu
Suban (Tatakan) yang memiliki ilmu
Kabauriat Dunia.
Pada zaman dahulu di daerah
Tatakan,
mata pencaharian masyarakatnya
adalah bertani, berkebun dan
mencari rotan.
Pada suatu hari, berangkatlah 7
orang
Desa Muning (Tatakan) untuk
mencari
rotan di daerah hutan rawa Nipah
Habang, Ketujuh orang itu adalah
Pungut, Kaliangat, Dunguh,
Umpangan, Kutui Umping, Durni
Indang, dan Munat
Incang.
Ketujuh orang ini berjalan memasuki
hutan rawa yang sangat lebat
ditumbuhi
segala macam pohon yang hidup di
daerah
rawa. Rotan juga tumbuh subur
disana. Setelah mereka tiba di
daerah Nipah
Habang yang kaya akan rotan,
mereka pun
langsung menebang rotan yang
mereka
cari. Pada umumnya masyarakat
setempat
tidak berani memasuki daerah
tersebut
karena konon diceritakan di sana
banyak
dihuni makhluk gaib, terutama
hantu yang
suka mengganggu. Sudah banyak
orang
kampung yang melihat wujud-wujud
yang menakutkan di daerah
tersebut.
Dalam waktu singkat ketujuh orang
tersebut sudah berhasil menebang
rotan
yang mereka perlukan. Rotan yang
sudah
ditebang dibuang kulitnya dan
kemudian
dijemur, karena proses penjemuran
yang memerlukan waktu cukup
lama, maka
mereka bermalam selama tiga hari
tiga
malam. Setelah kering, rotan diikat,
masing-masing seratus batang per
ikat.
Mereka pun pulang dengan
membawa
masing-masing satu ikatan. Dalam
perjalanan pulang, mereka bertemu
dengan hantu yang sangat besar,
hantu
itu tidur di atas Pulantan (rumput
liar
yang sering tumbuh di pinggir
sawah)
yang tingginya hampir 15 meter.
Saking
besarnya, hantu itu tidur bersandar
dipohon tersebut.
Begitu melihat hantu tersebut,
ketujuh
orang itu sangat ketakutan,
meskupun
hantu tersebut sedang tidur dan
tidak
mengetahui keberadaan mereka.
Hantu
itu tertidur sangat pulas dan
dengkurannya terdengar sangat
keras,
hampir sama dengan suara harimau
yang
sedang marah.
Diantara ketujuh orang tersebut,
hanya
Durni Indang yang berani,
sedangkan
yang lainnya sudah bersiap-siap
untuk lari. Durni Indang
menyarankan pada
temannya yang lain untuk mengikat
hantu
tersebut dengan rotan yang mereka
bawa, akan tetapi yang lainnya
menolak
karena sudah sangat ketakutan.
Oleh karena itu, Durni Indang
mengikat hantu itu sendirian, mulai
dari ujung kaki
sampai kepada bagian kepalanya.
Ketujuh
ikatan rotan yang mereka bawa
habis
digunakan untuk mengikat hantu
itu.
Meski sudah diikat, hantu tersebut
tidak
terbangun, malah semakin nyenyak
tidurnya dan dengkurannya semakin
keras.
Durni Indang berusaha
membangunkan
hantu itu dengan berteriak keras di
depan telinganya yang besar, tapi ia
tidak
juga bangun. Durni Indang
kemudian mencabut sebatang
pohon yang cukup
besar dan memukulkannya ke
bagian biji
kemaluan hantu itu. Setelah
memukulkan
pohon tersebut, kemaluan hantu
tersebut
bereaksi. Hantu itu kencing dan
menggeliat bangun. Rotan yang
diikatkan di sekujur tubuhnya putus
dengan
sangat mudahnya. Dengan raut
muka yang
marah dan sangat menakutkan,
hantu itu
melihat ke arah Durni Indang, Durni
Indang pun lari ketakutan, tetapi
dengan
sangat mudahnya Durni Indang
berhasil ditangkap oleh hantu itu
hanya dengan
mengayunkan tangannya ke depan,
oleh
karena ukuran tubuhnya yang
sangat
besar.
Durni Indang diletakkan di atas
telapak
tangannya dan diputar-putar seperti
mempermainkan bola pimpong.
Hantu itu
sangat marah karena telah
dibangunkan
dari tidurnya.
Durni Indang terbunuh setelah
diremas-
remas, dan tubuhnya yang remuk
kemudian dimakan oleh hantu itu.
Hantu itu sebenarnya masih lapar,
tapi karena
tidak ada lagi yang bisa dimakan,
maka ia
pun tidur kembali.
Keenam orang yang berhasil
melarikan
diri, mendatangi kediaman Datu
Niang
Thalib di daerah hutan Hariyung
Danau Belantai. Mereka
menceritakan kejadian
yang mereka alami dan apa yang
dilakukan hantu itu pada Durni
Indang
kepada Datu Niang Thalib.
Setelah selesai bercerita, Datu Niang
Thalib pergi sendirian ke tempat
hantu tadi tidur. Datu Niang Thalib
menepuk
tangan hantu tersebut dan hantu itu
langsung terbangun dan duduk
dengan
lemah lunglai karena sangat
ketakutan
melihat Datu Niang Thalib
dihadapannya
dengan raut muka yang
menampakkan kemarahan.
Datu Niang Thalib berkata kepada
hantu
itu bahwa yang dimakannya itu
adalah
anak-cucunya dan Datu Niang Thalib
akan membunuh hantu tersebut
sebagai
balasannya. Hantu tersebut meminta
ampunan dari Datu Niang Thalib,
tetapi
Datu Niang Thalib tetap marah dan
tetap
berniat untuk membunuh hantu
tersebut.
Hantu itu mengajukan permintaan
terakhirnya, ia ingin menjadi saudara
angkat Datu Niang Thalib. Makhluk
gaib tersebut beralasan bahwa ia
bukan hantu, sedangkan mukanya
yang
menyeramkan dan tubuh yang besar
tersebut hanya merupakan baju
yang
dipakainya. Ia hanya sebagai
penjaga
daerah itu dari gangguan orang luar.
Makhluk gaib itu kemudian
melepaskan
pakaiannya dan ternyata dibalik
pakaian
itu, hantu tersebut adalah pemuda
yang
sangat tampan, gagah dan berwajah
simpatik.
Sebagai tanda persaudaraan,
pemuda tersebut berjanji akan
mengawinkan
Datu Niang Thalib dengan adik
perempuannya yang sangat cantik
dan
memiliki kulit putih kekuning-
kuningan
karena belum pernah terkena sinar
matahari. Datu Niang Thalib ternyata
juga termasuk laki-laki mata
keranjang
sehingga ia pun akhirnya sangat
tertarik
dengan janji yang diberikan pemuda
tersebut, marahnya pun kemudian
mereda.
Datu Niang Thalib kemudian dibawa
oleh pemuda tadi ke rumahnya
untuk melihat
adik perempuan yang
diceritakannya.
Setelah berjalan cukup lama, maka
sampailah mereka ke kampung
pemuda
tersebut. Ternyata kampung itu
adalah
sebuah kerajaan megah. Datu Niang
Thalib diperkenalkan dengan
adiknya
yang cantik dan tanpa berpikir
terlalu
lama, Datu Niang Thalib menikahi
adik
dari pemuda itu.
Setelah sepuluh hari kepergian Datu
Niang Thalib, orang kampung
Muning geger karena ia belum
kembali, terlebih-
lebih istri dan anaknya yang gelisah
karena takut terjadi sesuatu yang
buruk
dengan suaminya. Istrinya tersebut
kemudian melaporkan kejadian ini
pada
Datu Murkat. Datu Murkat adalah
seorang tertua dan
dituakan di kampung Muning. Ia
sangat
dihormati oleh masyarakat kampung
Muning karena kebaikan dan
wibawanya,
serta kesaktiannya yang sangat
tinggi.
Ia merasa ikut bertanggungjawab
atas apa yang telah menimpa
keluarga Datu
Niang Thalib. Setelah
mempertimbangkan
segala sesuatunya, Datu Murkat pun
pergi mencari keberadaan Datu
Niang
Thalib. Datu Murkat didampingi oleh
empat orang yang kesaktiannya
setara denga kesaktian Datu Niang
Thalib,
keempat orang tersebut adalah Datu
Karipis, Datu Ungku, Datu Taming
Karsa
dan Datu Ganun.
Berdasarkan keterangan dari enam
orang
pencari rotan yang berhasil selamat
dari makhluk besar tadi, maka
dengan
mudahnya Datu Murkat dan
keempat
orang yang menyertainya, makhluk
besar
tersebut berhasil ditemukan dan
Datu
Murkat menangkap makhluk besar
tersebut hanya dengan sebelah
tangannya.
Dengan nada marah, Datu Murkat
menanyakan keberadaan Datu Niang
Thalib. Makluk gaib tersebut sangat
ketakutan dan mengatakan bahwa
Datu
Niang Thalib dalam keadaan baik
dan tidak terjadi sesuatu yang buruk
terhadapnya, serta menceritakan
bahwa
Datu Niang Thalib telah memperistri
adik
perempuannya. Datu Murkat tidak
percaya Datu Niang Thalib mau
memperistri adik dari hantu yang
wajahnya sangat menakutkan.
Setelah menjelaskan duduk
perkaranya
secara rinci, bahwa ia bukanlah
hantu dan
bentuk tubuhnya yang besar adalah
hanya merupakan baju yang
dipakinya
saja, maka Datu Murkat dan keempat
orang lainnya mengikuti pemuda
tampan
tersebut ke kampung tempat
keberadaan
Datu Niang Thalib.
Sebelum menemui Datu Niang Thalib,
Datu
Murkat dan keempat orang
pendampingnya dibawa untuk
menemui Raja untuk melaporkan
kedatangan
mereka di kampung kekuasaan raja
tersebut.
Kemudian rombongan Datu Murkat
dibawa
menemui Tuan Putri. Mereka sangat
kagum dengan kecantikan Tuan
Putri dan terlebih-lebih tidak
percaya bahwa laki-
laki yang ada di sampingnya adalah
Datu
Niang Thalib.
Datu Niang Thalib meminta maaf
kepada
Datu Murkat karena telah
merepotkan
dan tidak memberi tahu bahwa ia
telah tinggal menetap di sana.
Setelah
menjelaskan secara panjang lebar,
Datu
Murkat dapat mengerti.
Rombongan Datu Niang Thalib
dijamu
makanan dan minuman oleh Tuan
Putri
dan Datu Niang Thalib di
kerajaannya. Mereka berbicara dan
bergurau dalam
jamuan tersebut.
Setelah hari menjelang sore,
rombongan
Datu Murkat minta pamit pulang.
Istri
muda Datu Niang Thalib
menganjurkan
agar mereka bermalam di
kerajaannya. Tetapi Datu Murkat
beralasan bahwa
mereka takut disangka mengalami
hal
yang buruk akan mereka oleh
orang-orang
kampung Muning apabila bermalam
di
sana.
Sebelum mereka pulang, istri Datu
Niang Thalib memberikan
bungkusan kain kuning
yang di dalamnya terdapat emas
seberat
setengah kilogram kepada Datu
Murkat
dan keempat orang yang
menyertainya,
selain itu juga satu bungkusan untuk
istri
Datu Niang Thalib di kampung
Muning. Datu Niang Thalib berpesan
kepada
rombongan Datu Murkat, bahwa
apabila
nanti anak-cucu mereka memasuki
kawasan hutan di sekitar kerajaan
itu,
mereka harus membawa Tali Haduk
karena penjaga kawasan hutan di
daerah itu sudah diberi pesan bahwa
yang
membawa tali haduk adalah anak-
cucu
Datu Niang Thalib.
Sambil membicarakan tentang Datu
Niang
Thalib yang telah memiliki istri yang
sangat cantik dan kerajaan yang
megah, tidak terasa perjalanan
rombongan Datu
Murkat telah sampai di kampung
Muning.
Mereka langsung menemui istri Datu
Niang Thalib dan menceritakan
bahwa
Datu Niang Thalib telah menetap
dan
memperistri seorang perempuan di
sana. Pada awalnya istri Datu Niang
Thalib
tidak percaya dengan cerita itu, tapi
begitu melihat bungkusan emas
yang
diberikan istri muda Datu Niang
Thalib di
sana, maka ia pun merasa sedikit
terhibur
dan dengan pasrah menerima apa
yang telah terjadi pada dirinya dan
anak-
anaknya.
Semoga bermanfaat.
Wassalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Post a Comment